Monday, April 11, 2011

Cooking Class ala Magnum Cafe


Meski bukan seorang pemasak ulung atau canggih, saya kadang suka memasak. Masih sebatas masak yang gampang-gampang, seperti sayur sop, sayur bening, goreng ikan, masak air, masak nasi. Pengin sih, masak yang canggih-canggih seperti emak-emak blogger yang tergabung dalam Klub Berani Baking (KBB), tapi kurang percaya diri.

Biar lebih pede, kadang saya ikut cooking class yang diadakan oleh milis-milis memasak atau tempat kursus masak. Salah satu kegiatan cooking class yang baru-baru saya ikuti adalah Cooking Class di Magnum Cafe di Grand Indonesia, West Mall, Level 5.

Undangan ikut Cooking Class Magnum Cafe with Chef Aldo Volpi berasal dari seorang blogger terkenal, Tikabanget. Cuma 4 orang blogger yang diundang. Alhamdulillah saya bersama Mbak Ajeng, Ucai dan Chika datang sebagai perwakilan dari Kopdar Jakarta.

Jumat sore, 8 April, di tengah hujan deras, saya tiba di Grand Indonesia West Mall. Begitu tiba di area level 5, saya kaget dengan antrian panjang untuk masuk ke Magnum Cafe. Saya pikir lokasi cooking class di cafe yang tengah menjadi perbincangan warga Jakarta itu. Duh, tepat waktu saja ngantri panjang, apalagi telat nih, pikir saya.

Malas mengantri, saya bermaksud menunggu kedatangan teman-teman blogger lain. Saya lalu berkeliling cafe, dan saat melihat seorang pria bule berpakaian ala chef, saya yakin itu adalah lokasi cooking classnya, terpisah dari Magnum Cafe, meski masih di areal yang sama.  Ternyata Mbak Ajeng, sudah datang lebih dulu dan mengambil tempat duduk di barisan terdepan, strategis. Saya pun duduk di sampingnya.

foto chikastuff.wordpress.com
 
Cooking Class bersama Chef Aldo Volpi, Executive Chef Magnum Cafe, merupakan rangkaian event “Magnum La Festa Italiana” yang diselenggarakan manajemen Magnum Cafe selama bulan April, untuk para pecinta es krim di Indonesia.

Setelah seluruh peserta Cooking Clas Magnum Cafe, hadir, dengan dibantu Chef Hugo Adrian, Che Aldo mendemo tiga varian menu favorit di Magnum Cafe, yaitu Waffle de Aristocrat, Crown Jewel dan Honey Palais du Royale.

Pertama, Chef Aldo membuat waffle de aristocrat yang merupakan kombinasi waffle magnum ice cream dengan cracked chocolate dan roated caramelized banana. Dengan cekatan, Chef Aldo mengolah adonan waffle, lalu memanggangnya. Tidak sampai 20 menit, waffle sudah matang dan siap di-mix dengan bahan olahan lainnya seperti caramelized banana, Magnum Almond ice cream, almond caramel, egg roll, choco rice, truffle ice cream, danMagnum melted chocolate caramel sauce. Dan, siap disajikan.

Surprised, setiap peserta Cooking Class Magnum Cafe mendapatkan waffle de aristocrat, untuk dimakan sepuasnya. Hmmm, nikmatnya tak terkira. Gratis, magnum ice cream, siapa yang mau nolak!

Sambil mencicipi varian pertama, Chef Aldo kembali mendemonstrasikan pembuatan varian favorit kedua, Crown Jewel, yang merupakan Magnum Grand Glass dengan tiga rasa Magnum stick, buah, chocolate dipped strawberries dan egg cylinder crunch.

Tidak butuh waktu lama untuk mengolah bahan-bahan menjadi makanan jadi. Sekitar 15 menit, Crown Jewel siap disajikan dan kembali dibagikan kepada para peserta. Saat pembagian terjadi keseruan, karena banyak peserta belum menghabiskan Waffle de Aristocrat, sementara penampilan Crown Jewel sangat mengundang untuk dicicipi.

Kehebohan di Cooking Class Magnum Cafe kembali terjadi saat varian favorit ketiga, Honey Palais du Royale, siap disajikan setelah dikerjakan oleh Chef Aldo. Bayangkan saja, dua menu masih terpatah-patah menghabiskannya karena porsinya yang lumayan besar, sudah ada satu lagi menu favorit, yang mengundang selera.

Ah sayang, saya datang sendirian, kalau bawa Lily dan Kayla, pasti bisa mencicipi ketiga varian yang disajikan. Walau bertubuh ekstra besar, saya hanya mampu menghabiskan porsi Waffle de Aristocrat, yang sangat enak, enak, enak. Crown Jewel tidak bisa dinikmati, sementara Honey Palais, cuma mencicipinya sedikit, supaya tahu bagaimana rasanya.

Chef Aldo Volpi merupakan chef asal Italia, yang tak hanya memiliki bakat memasak hebat, tetapi juga passion dan semangat kerja yang membuatnya terus berkarya. Bagi para pecinta kuliner, khususnya pecinta es krim, Magnum Cafe mempersembahkan Magnum La Festa Italiano, festival makanan dan budaya Italia selama bulan April 2011. Dan, jangan sampai dilewatkan karena Magnum Cafe hanya ada sampai bulan Mei 2011.

Sunday, March 27, 2011

Tumis Ikan Asin Jambal Roti

Resepnya nyontek dari Resep Internusa
Karena Mas Iwan dan anak-anak nggak suka terlalu pedas, cabe hijaunya nggak dipakai.

Bahan:
250 gr ikan asin jambal roti, potong sesuai selera
2 papan petai, kupas utuh
4 btg daun bawang, iris 2 cm
10 bh bawang merah, iris tipis
7 siung bawang putih, iris tipis
2 bh tomat hijau, potong-potong
2 lbr daun salam
2 cm lengkuas
1 sdt garam
1 sdt gula merah
1 sdm kecap manis
50 ml air
3 sdm minyak untuk menumis

Cara membuat:
1. Rendam potongan ikan asin jambal dalam air hangat beberapa menit, tiriskan. Goreng ikan sampai kering.
2. Panaskan minyak, tumis bawang merah dan bawang putih sampai harum, tambahkan daun salam, dan lengkuas, aduk rata.
3. Masukkan ikan asin jambal roti, petai, garam, gula merah, kecap manis, dan air, masak sampai bumbu meresap ke dalam ikan.
4. Tambahkan irisan tomat hijau dan daun bawang, masak sampai semua bahan matang.

Friday, January 07, 2011

Oreo Keju



Mbak Lily lagi senang masak-masak karena nonton Master Chef Junior Australia.
Dia pun bikin cemilan ala Lily.

Bahan
Oreo coklat
Keju cheddar
Jeruk Sunkis
Meisis
Pisang Ambon





Olahan
Pisang dipotong-potong bulat
Dikasih susu cair, sedikit saja
ditaburi meisis, keju.
Lalu kasih deh oreo coklat dan jeruknya.
Siap dimakan :)













Monday, June 30, 2008

Buat Isman, Uci Mom Kavin+Dija, dan Ririn

Puisi Ulang Tahun

: Chairil Anwar

Hari hari lewat, pelan tapi pasti

Hari ini aku menuju satu puncak tangga yang baru
Karena aku akan membuka lembaran baru
Untuk sisa jatah umurku yang baru

Daun gugur satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah
Umurku bertambah satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah

Tapi... coba aku tengok kebelakang
Ternyata aku masih banyak berhutang
Ya, berhutang pada diriku
Karena ibadahku masih pas-pasan

Kuraba dahiku
Astagfirullah, sujudku masih jauh dari khusyuk
Kutimbang keinginanku
Hmm.. masih lebih besar duniawiku

Ya Allah
Akankah aku masih bertemu tanggal dan bulan yang sama di tahun depan?
Akankah aku masih merasakan rasa ini pada tanggal dan bulan yang sama di tahun depan?
Masihkah aku diberi kesempatan?

Ya Allah
Tetes airmataku adalah tanda kelemahanku
Rasa sedih yang mendalam adalah penyesalanku

Astagfirullah

Jika Engkau ijinkan hamba bertemu tahun depan
Ijinkan hambaMU ini, mulai hari ini lebih khusyuk dalam ibadah
Timbangan dunia dan akhirat hamba seimbang
Sehingga hamba bisa sempurna sebagai khalifahMu

Hamba sangat ingin melihat wajahMu di sana

Hamba sangat ingin melihat senyumMu di sana
Ya Allah,
Ijikanlah...

Monday, September 17, 2007

Martabak Telur Mini


Resep dari Inong Dapurbunda.

http://dapurbunda.blogspot.com/2005/09/martabak-mungil.html
Bahan
10 lembar kulit lumpia
100 gram ayam cincang halus
1 tahu putih besar, haluskan
2 butir telur ayam, kocok lepas

1 batang daun bawang, iris halus
1 bawang bombay, iris halus

garam, gula, merica, secukupnya


Cara membuat
Tumis bawang bombay sampai wangi, masukkan telur, aduk rata.
Masukkan ayam, garam, gula, merica, dan aduk sampai matang
Masukkan tahu dan daun bawang, aduk rata
Angkat dan sisihkan.
Ambil kulit lumpia, dan masukkan 2 sendok makan isi
lipat dengan lem kanji.
Goreng, hingga kuning kecoklatan.
Sajikan dengan saus sambal.

Thursday, April 06, 2006

Horison : Sate Landak, Santapan Khas Tawangmangu


Tawangmangu merupakan suatu kawasan wisata di lereng Gunung Lawu, Jawa Tengah. Lokasinya terletak sekitar 40 kilometer dari Kota Solo, Jawa Tengah.

Salah satu objek wisata yang paling dikenal di tempat ini adalah Air Terjun Grojogan Sewu. Di sekitar Taman Grojogan Sewu ini terdapat kera yang bebas berkeliaran.

Di sekitar kawasan wisata ini, tepatnya di pinggir Jalan Raya Tawangmangu Kilometer 2, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, terdapat sebuah rumah makan yang memiliki menu khas, yakni sate landak.

Awalnya, Sukatno, sang pemilik warung, tidak menjadikan daging landak sebagai menu makanan khas yang ditawarkan kepada para wisatawan. Ia bersama keluarganya menyantap sendiri daging landak yang kerap kali tertangkap dalam kandang jebakan di kebun salak miliknya. Landak memang merupakan hewan pengerat yang kerapkali merusak tanaman di kebun.

Sejak tahun 1998, Pak Sukatno mulai serius menekuni bisnis sate landak ini. Apalagi bahan bakunya tidak sulit didapat. Stok landak diperolehnya dengan menangkap landak yang berkeliaran di kebun salak di samping rumahnya. Selain itu ia juga menampung landak hasil tangkapan warga sekitar yang mencarinya di perbukitan. Untuk setiap landak seberat tujuh kilogram dihargai Sukatno seharga 140 ribu rupiah. Landak yang dagingnya enak dimakan, yang beratnya lebih dari 5 kilogram.

Untuk menyembelih landak membutuhkan teknik khusus, karena durinya yang sangat tajam. Sebelum disembelih landak dimasukkan kedalam karung agar lemas. Setelah disembelih, disiram air panas agar durinya mudah dicabut dan dikuliti .

Hampir semua bagian tubuh landak memiliki khasiat bila dimakan. Hatinya jika dibakar berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit asma. Kulitnya dapat dibuat menjadi asem-asem. Sedangkan daging dan ekornya bagus untuk meningkatkan vitalitas pria. Daging landak yang sudah dicuci bersih, kemudian dipotong kecil-kecil. Menu favorit pembeli adalah sate landak.

Warung Sukatno tidak hanya menjual sate landak. Pembeli juga bisa menikmati tongseng landak dan rica-rica landak. Harganya berkisar 10 ribu hingga 15 ribu rupiah per porsi.

Para pembeli biasanya ramai pada hari Sabtu dan Minggu serta hari-hari libur nasional. Karena saat itu banyak wisatawan yang datang. Salah seorang pembeli bernama Yuni menyatakan, ini sudah kedua kalinya dirinya menyantap sate landak di tempat ini. Rasanya enak seperti daging kambing. Bedanya, daging landak seratnya lebih sedikit.

Sate landak kini merupakan makanan khas kawasan wisata Tawangmangu. Tidak jarang wisatawan yang datang hanya karena ingin menikmati sate landak. Bukan hanya sekedar ingin menikmati pemandangan dan perut kenyang, tetapi juga karena percaya akan khasiat daging landak.

Memburu Landak Hingga ke Sarang

Landak, bukanlah hewan asing bagi masyarakat di desa sepanjang Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Sejak tiga tahun belakangan ini, menangkap landak merupakan penghasilan tambahan bagi warga desa yang umumnya berprofesi sebagai petani.

Persiapan menangkap landak dilakukan sejak siang hari. Warga secara berkelompok, yang terdiri dari tiga hingga sepuluh orang, melakukan persiapan menjerat landak. Seperti yang dilakukan Anjar bersama dua orang rekannya ini. Untuk menangkap landak, berbagai peralatan perlu dipersiapkan. Terutama kandang jebakan yang terbuat dari besi.

Jebakan ini dibuat dengan ukuran cukup untuk menangkap landak dengan berat enam kilogram. Selain itu juga disiapkan umpan. Biasanya berupa umbi dari tanaman yang banyak terdapat di pekarangan rumah.

Lokasi menangkap landak yang akan dituju di Bukit Jambon. Di tempat tersebut memang masih banyak terdapat landak yang bersarang di dalam lubang. Jarak dari pemukiman warga ke Bukit Jambon sekitar lima kilometer.

Setiba di atas bukit, Anjar bersama rekan-rekannya mencari lubang sarang. Landak yang merupakan binatang mamalia biasanya bersarang di tempat yang rimbun dengan pepohonan yang jarang dilalui orang.

Lubang sarang landak biasanya sedalam lebih dari lima meter yang dibuat saling sambung menyambung. Untuk mengenali sarang landak, tinggal melihat timbunan tanah yang terdapat lubang. Kandang jebakanpun dipasang. Tidak lupa disiapkan umpan. Setelah jebakan dan umpan dipasang, para pemburu landak harus menjauh dari sarang. Karena landak tidak akan keluar sarang begitu mencium bau manusia.

Malampun tiba. Anjar bersama teman-temannya kembali ke Bukit Jambon. Ternyata upaya anjar bersama teman-temannya tidak sia-sia. Seekor landak terjebak di dalam kandang. Landak ini diperkirakan seberat enam kilogram dan layak untuk dimakan.

Untuk mengeluarkan landak dari kandang jebakan tidak mudah. Karena kalau tidak hati-hati para penangkapnya bisa terkena bulu landak yang berduri tajam.

Setelah landak dipindahkan, kandang jebakan dan umpan kembali dipasang. Siapa tahu malam ini masih ada landak yang terjebak masuk ke kandang. Hasil yang diperoleh pemburu landak tidak menentu. Kalau sedang beruntung, biasanya di dalam satu lubang mereka dapat menangkap hingga 8 ekor landak.

Hasil tangkapan sebagian dipotong untuk dimakan. Sebagian lagi dijual ke pedagang. Daging landak dapat dibuat menjadi berbagai macam makanan. Seperti sate dan tongseng. Kebiasaan warga memakan daging landak ini sudah berlangsung selama tiga tahun belakangan ini. Karena landak banyak didapat dan dagingnya enak dimakan.

Bagi warga sekitar Tawangmangu, landak kini tidak lagi merupakan hewan yang semata-mata menjadi hama tanaman. Landak juga dapat dijadikan bahan makanan dan komoidi yang laku dijual untuk penghasilan tambahan.(Eliza Amanda - Heru Desembri)

Friday, February 24, 2006

Dendeng Tokek, Primadona Bisnis Ponorogo


Masyarakat Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, sejak tahun 70, telah akrab dengan tokek. Seperti kesibukan sehari-hari yang terlihat di rumah Pak Haji Budi Prabudi. Di tempat ini, binatang mirip cicak berukuran agak besar, diolah menjadi bahan makanan kering atau dendeng.

Bisnis pengolahan tokek ini, ternyata mendatangkan keuntungan menggiurkan. Saat bisnis ini pertama kali ditekuni masyarakat setempat, tingkat konsumsinya memang tidak terlalu besar. Sejak awal, dendeng tokek diproduksi memang bukan untuk konsumsi sehari-hari, namun untuk alternatif pengobatan. Waktu itu hanya untuk memenuhi pasar Jakarta. Pak Haji sendiri baru memulai bisnis ini tahun 1998, dan pesanan diperolehnya secara kebetulan.

Bisa dibilang menjalankan bisnis pengolahan dendeng tokek ini tidak butuh modal besar. Tokek dicari di lingkungan tempat tinggal mereka. Proses pengolahan tokek menjadi makanan kering, tak terlalu rumit. Tokek-tokek yang telah dimatikan ini, tubuhnya dibelah dan seluruh isinya dikeluarkan.

Bagi yang tidak terbiasa bergaul dengan tokek, akan merasa geli. Kulit tubuhnya bersisik dan terdapat totol-totol berwarna ungu. Namun bagi kebanyakan masyarakat Gending Leces, menguliti tokek menjadi bagian dari pekerjaan sehari-hari.

Tokek yang telah bersih dan dibentuk mirip sayap ini, lalu dimasukkan ke dalam oven. Panas oven harus merata, agar tokek tidak mentah dan juga tidak terlalu matang. Tokek dipanggang dalam oven selama 2 hari dua malam dengan suhu 60 derajat celcius.

Tokek yang telah menjadi dendeng ini, siap dikemas. Harga jualnya perekor 1500 rupiah. Untuk pasar dalam negeri, dendeng tokek dijual dalam keadaan tanpa kepala dan kaki. Sedangkan untuk pasar luar negeri, dikemas utuh berikut kepala dan kaki. Kemasan untuk ekspor memang harus diperlakukan ekstra hati-hati dan serapi mungkin.

Dendeng tokek dalam kemasan ini bisa tahan selama seminggu. Agar lebih awet, dapat disimpan di lemari pendingin. Untuk pasaran ekspor sedikitnya membutuhkan 60 ribu ekor tokek, sekali pengiriman. Kemasan-kemasan dendeng tokek ini selanjutnya diekspor ke sejumlah negara seperti Singapura, Taiwan, Cina, Hongkong, Jepang dan Korea.

Dendeng tokek bisa langsung dikonsumsi, tanpa harus diolah lagi. Bahkan masyarakat sekitar Gending Leces, biasa mengkonsumsi tokek dalam keadaan mentah. Tokek diyakini bisa menyembuhkan berbagai penyakit kulit mulai dari jerawat hingga eksim.

Selain bertani, masyarakat Gending Leces juga punya pekerjaan lain. Sebagai pemburu tokek. Ada yang sepenuhnya sebagai pemburu tokek, sebagian ada pula yang menjadikan pekerjaan berburu tokek sebagai pekerjaan sampingan sembari bertani.

Beginilah cara mereka berburu tokek. Biasanya terbagi dalam kelompok beranggotakan 8 hingga 10 orang. Perburuan tokek dimulai menjelang malam. Persiapannya tak terlalu rumit. Hanya berbekal lampu sorot, keranjang dan galah dengan pengkait diujungnya. Dengan bersepeda, mereka akan menempuh jarak puluhan kilometer.

Ada pula kelompok yang memilih berburu tokek dengan berjalan kaki. Dari desa ke desa. Dari hutan ke hutan dan mereka baru pulang saat subuh menjelang.

Tokek, yang menjadi primadona bisnis di Probolinggo, sangat mudah didapat. Bahkan hampir diseluruh wilayah Indonesia, tokek bisa dijumpai. Tokek hidup dan berkembang biak di hutan jati, pemakaman dan rumah-rumah penduduk.

Biasanya tokek akan berkeliaran pada malam hari, saat musim kemarau dan terang bulan. Namun disaat musim hujan, tak banyak tokek yang berkeliaran. Memang agak sulit mengenali tokek di kegelapan malam. Harus teliti dan waspada. Karena mendengar suara berisik sedikitpun, tokek akan kabur.

Menangkapnya tak terlalu sulit, karena jika terpapar cahaya tokek tidak akan kabur. Meski begitu, harus tetap hati-hati. Binatang melata ini selain suka menggigit, ditenggarai juga memiliki racun dikepalanya, namun tak seganas bisa ular.

Suparman, Sumarto da anggota kelompok lainnya, malam itu cukup beruntung. Di lokasi pemakaman yang tak jauh dari tempat tinggal, mereka berhasil menangkap sedikitnya 20 ekor tokek per-orang. Namun disaat musim kemarau, masing-masing bisa menangkap minimal 50 ekor.

Tak selamanya berburu tokek di hutan jati, pemakaman atau rumah penduduk membawa keberuntungan. Para pemburu tokek ini pernah punya pengalaman pahit, disangka pencuri.

Keesokan harinya, mereka menyetor tokek-tokek ini kerumah pengusaha dendeng tokek. Per-ekor dihargai Rp 1100. Dirumah Pak Haji Budi, tokek-tokek ini tak langsung diolah menjadi dendeng. Namun dipilah-pilah, jantan betina. Ukuran tubuhnya pun diperhatikan betul, agar memenuhi standar mutu.

Berbeda dengan tokek jantan, anakan tokek betina akan dibiakkan lebih dulu hingga dewasa, dalam kandang penangkaran. Makanan mereka, belatung dan lalat. Butuh waktu 2 atau 3 bulan, tokek ini akan bertelur minimal 20 butir sekali bertelur. Setelah bertelur, tokek betina dewasa bisa langsung diolah.

Upaya penangkaran ini dilakukan Pak Haji, mengingat kebutuhan pasar ekspor kadang tidak dapat dipenuhi karena langkanya tokek. Dalam setahun, Pak Haji minimal 4 hingga 5 kali, masing-masing sebanyak 60 ribu ekor dendeng tokek.

Usaha penangkaran memang baru dijalankan Pak Haji setahun belakangan ini, karena permintaan ekspor yang terus melonjak. Tampaknya perlu sentuhan tangan pemilik modal, siapa tahu sang primadona bisnis masyarakat Gending Leces, Probolinggo, Jawa Timur ini, bisa berkembang pesat.(Idh)